Mengabdi di Batas Negeri (2) : Selayang Pandang Desa Batu Lintang di Kapuas Hulu

Sudah terlampau lama berselang setelah posting-an pertama tentang awal kedatangan saya di Pulau Borneo. Selama beberapa bulan ini cukup banyak rutinitas, urusan akademik di kampus, dan segunung kemalasan saya yang membuat posting-an tentang kegiatan kami di Pulau Borneo tertunda cukup lama. Alhamdulillah, kali ini saya masih bisa melanjutkan cerita, and here we go...

Pada awal bergabung ke tim KKN ini sedikit sekali pengetahuan saya tentang Kabupaten Kapuas Hulu apalagi Desa Batu Lintang. Saya hanya tahu sedikit tentang Dusun Sungai Utik dari internet. Beberapa video tentang Dusun Sungai Utik dapat dengan mudah ditemukan di Youtube mulai dari video tentang tatto khas Suku Iban, hingga liputan dari berbagai tv swasta. Salah satu video yang membuat saya sangat penasaran dengan Sungai Utik adalah video liputan Indonesia Bagus yang ditayangkan di NET TV. Informasi lainnya terkait Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat saya dapat dari media internet. Pada waktu itu saya hanya tahu bahwa Kabupaten Kapuas Hulu telah ditetapkan menjadi Kabupaten Konservasi, dimana sebagian besar wilayahnya berupa bentang lahan hutan dengan tingkat keanekaragaman hayati tinggi (lihat melalui Surat Keputusan Bupati No. 144 Tahun 2003).




Salah satu liputan tentang Suku Dayak Iban di Dusun Sungai Utik yang sangat menarik untuk dinikmati


Barisan awan cantik adalah pemandangan sehari-hari dari pondokan kami
Tampak depan pondokan kami di Dusun Pulan. Sederhana.


Selamat datang di Dusun Pulan, Desa Batu Lintang

Kegiatan KKN tidak serta merta dimulai ketika kami menginjakkan kaki di Desa Batu Lintang. Kami perlu waktu sekitar satu minggu untuk melakukan observasi lapangan guna mengidentifikasi permasalahan maupun potensi yang ada secara mendetail. Hasil identifikasi ini yang kemudian kami jadikan sebagai acuan dalam menyusun program/kegiatan yang benar-benar sesuai dengan kubutuhan masyarakat. Kegiatan observasi ini juga sebagai ajang bagi kami untuk melakukan adaptasi di tengah-tengah masyarakat. Awalnya saya pun merasa adanya cultural shock diantara kami dengan masyarakat, wajar saja karena kami datang dari tempat dan adat istiadat yang berbeda, sedangkan kami harus tinggal bersama dalam satu atap serta berbaur dengan masyarakat.

Jembatan di dusun kami masih berupa jembatan kayu. Kami bisa mengintip lewat celahnya aliran sungai yang begitu jernih.
Di kanan kiri Jalan Lintang pepohonan masih begitu rindang. Yups, jalanan sangat sangat sepi hingga kamu bebas berjalan kaki di tengahnya.


Pertama kali tiba di Desa Batu Lintang saya begitu takjub dengan alamnya yang masih sangat terjaga. Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu terbagi menjadi dua dusun, yaitu Dusun Sungai Utik dan Dusun Pulan. Kedua kampung ini terpisah sejauh kurang lebih 3,6 km dan masing-masing kampung berada dekat dengan jalan raya. Jalan Lintang Lintas Utara yang melewat kedua kampung ini cukup bagus kondisinya dan merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan antara Kota Putussibau dengan perbatasan Indonesia-Malaysia di Badau. Di kanan kiri jalan pepohonan masih sangat terjaga, begitu rimbun, dan hijau sejauh mata memandang.

Penyambutan kedatangan kami di Desa Batu Lintang tidak hanya diadakan di Dusun Sungai Utik saja, Dusun Pulan pun turut menyambut kedatangan kami. Meskipun penyambutan di Dusun Pulan baru dilangsungkan selepas kami merayakan Hari Raya Idul Fitri 1435 H tetapi acaranya benar-benar dilangsungkan dengan meriah. Bahkan selama acara berlangsung kami mendapat kehormatan untuk mengenakan pakaian adat Suku Dayak Iban. Pakaian adat Suku Dayak Iban adalah pakaian adat paling meriah yang pernah saya tahu, dimana wanitanya menggunakan kain tenun motif Dayak sebagai bawahan dan sebuah cape yang terbuat dari manik-manik berwarna-warni dengan hiasan bola kain disekelilingnya. Tidak cukup sampai disitu masih ada aksesoris lain yang digunakan berupa hiasan kepala tinggi berwarna perak, kalung yang tersusun dari uang logam, serta sebuah ikat pinggang yang terbuat dari uang logam pecahan 100 rupiah lama. Selama acara penyambutan kami benar-benar berpesta, berlagu, dan berjoget bersama. Tidak ketinggalan berbagai hidangan pun disajikan. Meriah sekali!

Sudah cocokkah kami jadi gadis Iban?

Upacara perayaan Lebaran diadakan oleh warga spesial buat kami.

Soo much details dalam baju adat khas Suku Dayak Iban

Tim KKN kami di Desa Batu Lintang dibagi dalam dua sub-unit, pertama Sub-Unit Dusun Sungai Utik dan Sub-Unit Dusun Pulan. Sub-Unit Sungai Utik terdiri dari 11 mahasiswa sedangkan Sub-Unit Pulan terdiri dari 10 mahasiswa termasuk saya. Seperti yang saya ceritakan di awal, kegiatan kami diawali dengan observasi lapangan. Kegiatan observasi yang kami lakukan terasa cukup sulit pada awalnya. Proses pendekatan pada masyarakat dirasa gampang-gampang susah. Wajar hal ini terjadi mengingat Desa Batu Lintang baru kali pertama ini digunakan sebagai lokasi Kegiatan KKN dari UGM. Salah satu kesulitan yang saya rasakan ketika memulai observasi di Dusun Pulan adalah kurangnya partisipasi dari warga pada awal dimulainya kegiatan KKN ini. Antara kami dan warga belum terjalin semacam hubungan yang menyenangkan. Namun lambat laun warga Dusun Pulan mulai aktif menyampaikan beberapa pendapat, usulan, maupun keinginan-keinginannya terkait kegiatan KKN yang kami lakukan. Belakangan saya tahu pada awal berlangsungnya kegiatan, kekurangaktifan warga ini disebabkan karena mereka malu, segan, sekaligus bingung bagaimana mereka akan memperlakukan kami selama beberapa bulan ke depan.

Kami sedang mencari pakis untuk diolah jadi sayur yang nikmat.

Baru pertama kali ini saya tahu bahwa pucuk pakis bisa dimakan. I am so happy makanan berlimpah di sini, Haha

Membantu ibu-ibu di dapur membuat makanan khas di kampung ini: semacam popcorn tapi terbuat dari beras ketan. Unik sekali,

Hasil observasi yang kami lakukan tidak sedikit permasalahan yang dihadapi di Desa Batu Lintang ini. Salah satunya terkait permasalahan pendidikan. Mayoritas warga di dusun ini mengenyam pendidikan hingga tingkat SD saja sehingga sebagian bermata pencaharian sebagai petani, baik lahan kering (umai pantai) ataupun lahan basah (umai payak). Warga dusun juga beternak babi dan ikan, selain itu juga menganyam tikar, tas, peralatan rumah tangga yang terbuat dari rotan, membuat aksesoris dari manik-manik serta menenun. Hasil kerajinan tangan khas Suku Dayak Iban sangatlah unik dan menarik namun yang disayangkan warga masih kesulitan untuk memasarkan hasil kerajinan tersebut ke luar daerah, sehingga belum dapat memberikan tambahan penghasilan bagi warga.

Sarana pendidikan di Desa Batu Lintang juga telah tersedia berupa Sekolah Dasar (SD) yang terdapat di masing-masing dusun, serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Dusun Sungai Utik. Di Dusun Pulan sendiri terdapat satu bangunan SD. Bangunan SDN 13 Pulan tersebut dapat dikatakan cukup layak digunakan. Meskipun demikian total jumlah siswa SD hanya 32 orang siswa saja. Selain itu jumlah tenaga pengajar juga sangat minim hanya 4 orang guru. Keterbatasan tenaga pendidik ini cukup menganggu kegiatan belajar mengajar di SDN 13 Pulan karena masing-masing guru harus mengampu lebih dari satu kelas secara bersamaan. Akibatnya tiap-tiap kelas tidak dapat melangsungkan kegiatan belajar mengajar dengan maksimal.

Sayang sekali pelajaran hari ini terpaksa terhenti karena anak-anak saling berebut kertas lipat warna warni.

Anak-anak SDN 13 Pulan beserta Ibu Guru.

Sekolah telah usai, mari kita pulang.

Percaya atau tidak tiang bendera di depan sekolah berdiameter sekitar 50 cm dan setinggi pohon besar. Sangat sangat jumbo untuk ukuran tiang bendera.

Anak-anak bermain kejar kejaran di halaman sekolah. Percayalah yang berdiri kokoh itu adalah tiang bendera.

Dimanapun mereka berada, anak-anak memiliki hak yang sama untuk belajar dan bergembira.
  
Senyum polos mereka yang membuat saya rindu untuk kembali ke Desa Batu Lintang.

Bermain dengan bunga Alamanda di depan sekolah.

Tampak depan SDN 13 Pulan.

Tampak depan bangunan SMP di komplek SD-SMP Satu Atp Negeri 02 di Dusun Sungai Utik

Selepas SD anak-anak di Dusun Pulan melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP. Sebagian dari mereka melanjutkan sekolah ke SMP Satu Atap di Dusun Sungai Utik, namun mereka harus berjalan kaki menempuh jarak sekitar 3,6 km menuju sekolah setiap harinya. Pagi buta sekitar pukul 05.00 pagi mereka sudah mulai berangkat sekolah dengan jalan kaki bersama-sama, terkadang mereka menumpang DAMRI yang kebetulan lewat. Rutinitas ini mereka lakukan setiap hari karena terbatasnya angkutan umum yang lewat di Jalan Lintang. Selepas SMP, anak-anak di Desa Batu Lintang harus merantau dari kampungnya, kebanyakan dari mereka bersekolah SMA di Sintang, Martinus, maupun ke Putussibau.

Anak anak SMP yang berasal dari Dusun Pulan berjalan kaki setiap hari untuk menuju SMP Satap yang ada di Dusun Sungai Utik
Terkadang mereka menumpang bus DAMRI yang kebetulan lewat.

Ketika sore menjelang mereka memilih menumpang di atap bus agar lebih cepat sampai di rumah.

Keceriaan yang ditunjukkan anak-anak di Desa Batu Lintang menggugah kami bahwa masih ada semangat belajar dan optimisme dari generasi muda di desa ini. Mereka dengan penuh sukacita menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya. Saya masih ingat betul ketika di depan kelas anak-anak satu persatu mengungkapkan cita-cita mereka. Menjadi guru, pemain sepakbola, dan lain sebagainya. Sangat membanggakan namun juga miris, mengingat anak-anak di pelosok pun memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak...


Setiap momen yang kami lalui di desa ini, tidak lupa kami abadikan dalam foto dan video, ini dia beberapa diantaranya. Smile.

Gadis gadis berbaris yang rapi ya, kita akan masuk ke rumah betang untuk upacara penyambutan.


Colourful selfie


Soo sorry i can't stop selfie cause this adorable cape


Hey gorgeous, ada Nabhela (@nabhelaayu), aku, dan Fitri (@fiwulandari)





Pak Remang (Kades) memainkan alat musik mengiringi tarian Suku Dayak Iban


Tuan rumah di rumah betang Dusun Pulan membuka upacara perayaan Lebaran.


Makan khas tidak lupa dihidangkan pada perayaan ini dengan bahan baku utamanya adalah beras ketan.


Gadis gadis belia ini bersiap menampilkan tarian Dayak Iban.


Lelah tapi juga sangat bahagia selama perayaan ini.



Terimakasih atas sambutannya yang begitu hangat dan sangat meriah. Tersenyum lebar karena saya benar-benar bahagia.

Selamat lebaran salam hangat dan penuh cinta dari kami tim KKN UGM dan warga Desa Batu Lintang.


Comments

Post a Comment

Popular Posts